PENGUMUMAN

blog ini pindah lokasi ke http://wahyunurdiyanto.com terima kasih

Bung Tomo

Jumat, 09 November 2007 | Label: | |

Bambang Sulistomo, putra Bung tomo denga Syaifullah Yusuf
Pahlawan Rakyat Yang Tidak Mau Dikubur di TMP


HARI Pahlawan yang jatuh pada 10 November selalu membuat kita terkenang dengan sosok Sutomo.
Pria yang lebih terkenal dengan nama Bung Tomo ini adalah motor pengerak arek-arek Suroboyo untuk maju angkat sejata melawan tentara Inggris dan sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Sejarah kemudian mencatat, Bung Tomo melalui pidatonya yang berapi api mampu mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo untuk berperang mati-matian meski dengan senjata ala kadar yang pastinya kalah dengan persenjataan lawan.Namun tahukah anda, jika pria yang pernah menjabat sebagai menteri di era kabinet Burhanudin Harahap itu ternyata belum diakui sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah.
"Biarlah tidak menjadi pahlawan nasional, toh bapak lebih suka menjadi pahlawan rakyat. Dan rakyat pun telah mengakui itu," ucap Bambang sulistomo, salah satu putra Bung Tomo, Jumat (9/11), usai acara penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada ayahnya di kantor GP Anshor Jakarta.
Bung Tomo lahir pada 3 Oktober 1920, di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah.
Setelah masa perjuangan, Bung Tomo kemudian melakoni kehidupan politik dengan aktif di partai PARI dan duduk sebagai anggota legislatif. Setelah itu, Bung Tomo meloncat ke Golkar meski akhirnya juga ditinggalkan.
Ketidakinginan Bung Tomo untuk menyandang gelar pahlawan sebetulnya sudah lama diketahui oleh keluarga. Bung Tomo yang mempunyai hubungan cukup dekat dengan presiden Soekarno itu selalu mengingatkan istri dan empat anaknya untuk bagaimana dan dimana dirinya nanti dikubur jika meninggal dunia.
"Bapak selalu bilang, 'kalau saya meninggal, saya tidak mau dikubur di makam pahlawan'. Bapak ingin dimakamkan dipemakaman umum," cerita Bambang yang kini telah berusia 57 tahun.
Alasan Bung Tomo untuk tidak dikubur di taman makam pahlawan sangat sederhana, dia merasa bukanlah pahlawan meski buku-buku pelajaran sekolah dasar selalu menuliskan namanya sebagai pahlawan.
"Selain itu, bapak merasa di taman makam pahlawan banyak kuburan orang yang sebenarnya bukan pejuang dalam arti sesungguhnya," kenang Bambang sambil memegang piagam pengukuhan ayahnya sebagai pahlawan nasional.
Wasiat Bung Tomo terkait dimana dia harus dikubur inilah yang sepertinya membuat pemerintah tidak mau menetapkannya sebagai pahlawan nasional.
Bambang menceritakan, usai ayahnya meninggal pada tahun 1981 di Mekkah saat menunaikan ibadah haji. Pemerintah menawarkan agar jenasah almarhum dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Surabaya plus dengan upacara penghormatan militer.
Namun terkenang wasiat yang telah diucapkan almarhum sejak lama, keluarga menolak niatan pemerintah dan memilih memakamkan sang orator di pemakaman umun di Ngagel.
"Mungkin ini yang membuat mereka tersinggung. Dan tidak mencamtumkan nama bapak sebagai pahlawan nasional. Namun sesungguhnya kami sekeluarga tidak perduli gelar pahlawan nasional. Yang terpenting bagi kami adalah, rakyat mengakui Bung Tomo sebagai pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan," lanjut Bambang.
Dalam ingatan Bambang, ayahnya adalah sosok yang tegas dan siap mengkritik siapun yang menurutnya salah.
Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto tak luput dari kritiknya. bahkan atas kritik kerasnya semasa pemerintahan Soeharto, Bung Tomo juga harus rela dipenjara selama beberapa tahun terkait keterlibatannya di peristiwa malari atau malapetaka 15 Januari 1974.
"Bung Tomo tidak takut dengan kekuasaan, dia akan mengkritik yang salah," ucap Bambang yang kini aktif di sebuah NGO dan membuka warung makan di daerah Tanah Kusir Jakarta.
Saat ini keluarga besar Bung Tomo tinggal di cibubur. Istri Bung Tomo Ny Sulistina Sutomo yang telah berusia 80 tahun tinggal didampingi tiga putrinya, Tien Sulistami, Sri Sulistami, dan Ratna Sulistami.(persda network/why)

0 komentar: